Diminggu-minggu setelah UTS ini,
ternyata tugas blog masih berlaku dikelas pajak lho. Gara-gara pusing tujuh keliling mau bikin blog apa, akhirnya
saya memutuskan mau cerita tentang PPh pasal 22. Kenapa?? Alasannya karena waktu
itu saya dan teman-teman punya kesempatan buat presentasi tentang PPh pasal 22.
Pengalaman ini termauk pengalaman pertama plus
yang bisa membuat saya susah tidur gara-gara kepikiran sama materi PPh pasal
22.
Jadi gini
ceritanya. Menurut sumber yang saya dapat, PPh pasal 22 itu ternyata bagian dari kredit pajak yang
membahas tentang penghasilan yang berasal dari penjualan kepada instansi
pemerintah, impor dan industri tertentu. Untuk PPh pasal 22 sendiri pajaknya dipungut oleh:
- Bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah
- Instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
- Badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan dibidang impor, atau
- Kegiatan usaha bidang lainnya.
Nah,
setelah kita tahu pengertian dari PPh pasal 22, sekarang kita lanjutkan
membahas tentang objek pajak PPh pasal 22, pengecualian untuk PPh pasal 22 dan
juga berapa sich besarnya tarif yang
dikenakan pada pasal ini. Untuk objek
pajak PPh pasal 22 antara lain:
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor
barang;
- Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah
Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
- BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber
dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan
tersebut pada angka 4;
- Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan
Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau
Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok,
industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
- Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari
pedagang pengumpul.
- Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
Sekarang
kita masuk pada yang bukan objek pajak
atau bisa juga dikatakan sebagai pengecualian
pemungutan PPh pasal 22,diantaranya:
- Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat
Keterangan Bebas (SKB).
- Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan
Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
- Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
- Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya
yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos.
- Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan
dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
- Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.
- Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang
yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian
yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
- Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Untuk
penjelasan yang terakhir ini, menjelaskan berapa besarnya tarif yang bisa dikenakan pada objek pajak. Penetapan
tarif ini besarnya berbeda-beda antara abjek yang satu dengan lainnya. Untuk
tahu lebih lanjut berikut keterangannya yang sudah saya dapat dari beberapa
sumber:
- Atas impor :
- yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah
persen) dari nilai impor;
- yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai
impor;
- yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual
lelang.
- Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4)
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk
PPN dan tidak final.
- Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak,
yaitu:
- Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
- Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
- Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
- Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
- Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen
atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final - Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari
pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7)
ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
- Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5%
(setengah persen) dari nilai impor.
- Atas Penjualan
- Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari
Rp20.000.000.000,00
- Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp10.000.000.000,00
- Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya
lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
- Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih
dari 400 m2.
- Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle
(mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder
lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan
PPnBM.
- Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
22.
Kurang lebih ini yang bisa saya sampaikan waktu presentasi kemarin dan yang
bisa saya bagi dengan teman-teman semua tentan PPh pasal 22. Semoga tulisan ini
bermanfaat ya... ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar