Jumat, 14 Juni 2013

Pengalaman Pertama Tentang PPh Pasal 22

Diminggu-minggu setelah UTS ini, ternyata tugas blog masih berlaku dikelas pajak lho. Gara-gara pusing tujuh keliling mau bikin blog apa, akhirnya saya memutuskan mau cerita tentang PPh pasal 22. Kenapa?? Alasannya karena waktu itu saya dan teman-teman punya kesempatan buat presentasi tentang PPh pasal 22. Pengalaman ini termauk pengalaman pertama plus yang bisa membuat saya susah tidur gara-gara kepikiran sama materi PPh pasal 22.
Jadi gini ceritanya. Menurut sumber yang saya dapat, PPh pasal  22 itu ternyata bagian dari kredit pajak yang membahas tentang penghasilan yang berasal dari penjualan kepada instansi pemerintah, impor dan industri tertentu. Untuk PPh pasal 22 sendiri pajaknya dipungut oleh:
  1. Bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah
  2. Instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
  3. Badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor, atau
  4. Kegiatan usaha bidang lainnya.
Nah, setelah kita tahu pengertian dari PPh pasal 22, sekarang kita lanjutkan membahas tentang objek pajak PPh pasal 22, pengecualian untuk PPh pasal 22 dan juga berapa sich besarnya tarif yang dikenakan pada pasal ini. Untuk objek pajak PPh pasal 22 antara lain:
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
  2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
  3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
  4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
  5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
  6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
  8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Sekarang kita masuk pada yang bukan objek pajak atau bisa juga dikatakan sebagai pengecualian pemungutan PPh pasal 22,diantaranya:
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
  3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
  4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
  7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
  8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Untuk penjelasan yang terakhir ini, menjelaskan berapa besarnya tarif yang bisa dikenakan pada objek pajak. Penetapan tarif ini besarnya berbeda-beda antara abjek yang satu dengan lainnya. Untuk tahu lebih lanjut berikut keterangannya yang sudah saya dapat dari beberapa sumber:
  1. Atas impor :
    1. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
    2. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
    3. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
  2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
  3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
    1. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
    2. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
    3. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
    4. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
  4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
    Catatan:
    Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
  5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
  6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
  7. Atas Penjualan
    1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
    2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
    3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
    4. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
    5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
  8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
Kurang lebih ini yang bisa saya sampaikan waktu presentasi kemarin dan yang bisa saya bagi dengan teman-teman semua tentan PPh pasal 22. Semoga tulisan ini bermanfaat ya... ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar