Diminggu yang kelima saat
perkuliahan pajak kemarin, kelas saya membahas tentang SPT, SKP, Bandig and Keberatan. Awalnya dosen ingin menguji sejauh mana kita
tahu tentang topik yang akan dibahas dikelas dengan menunjuk salah satu dari
kita untuk menjelaskan tentang SPT, SKP, Keberatan dan Banding di depan
kelas. Jadi mau nggak mau, kita belajar
setengah mati buat mendalami topik yang masih baru buat kita. Tapi apa yang
terjadi?? Berhubung saat itu dosen kami senpat terlambat saat akan masuk kelas,
jadinya dosen saya memutuskan tidak jadi menunjuk mahasiswa untuk presentasi. Kami
melakukan diskusi yang cukup seru antara mahasiswa dan dosen.
Saat itu diskusi diawali
dengan membicarakan tentang SPT. Apa sich
SPT itu?? So, SPT adalah surat
pemberitahuan yang diisi oleh Wajib Pajak guna untuk melaporkan pajak yang
telah dibayar. Berhubung si Indonesia menganut Self Assessment System yang dimana dalam penghitungan, pembayaran
dan pelaporan pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak, maka SPT harus diisi
sendiri oleh wajib pajak. Kurang lebih isi yang ada dalam SPT itu laba, biaya
dan hutang yang masih berkaitan dengan usahanya.
Selanjutanya mengenai
SKP. Menurut sumber yang saya dapat SKP
(Surat Ketetapan Pajak) adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada
suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja
perusahaan tersebut, yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN),
dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
Yup,
masuk bahasan selanjutnya adalah keberatan. Keberatan
adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak puas atau kurang
puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan /
pemungutan oleh pihak ketiga. Saya yakin, sebagian besar Wajib Pajak
melakukan proses keberatan karena surat ketetapan pajak (SKP) yang dianggap
tidak adil. Dan surat ketetapan pajak itu biasanya diterbitkan sebagai produk
dari pemeriksaan pajak. Ya, keberatan umumnya didahului dengan proses
pemeriksaan. Seorang pemeriksa pajak tentu banyak berbeda pendapat dengan Wajib
Pajak tentang perlakuan perpajakan atas suatu transaksi yang dilakukan oleh
Wajib Pajak. Jika dalam pembahasan dengan Wajib Pajak tidak menemukan titik
temu, maka tidak jarang pemeriksa pajak mengeluarkan jurus “pokoknya”. Selama
argumentasi pemeriksa pajak memiliki landasan
yuridis, selaras dengan “akal sehat”, maka pendapat pemeriksa dapat
dipertahankan dan hakim banding-lah yang menentukan benar tidaknya pendapat
pemeriksa pajak. Surat keberatan dapat disampaikan dengan cara :
· Secara Langsung ke KPP tempat WP
terdaftar Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima
di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan
Surat keberatan.
· Surat Keberatan diterima secara
Phisik oleh petugas DJP
· Disampaikan melalui kantor pos dan
giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti pengiriman melalui pos (Resi)
merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Pengajuan Keberatan
diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat Wajib Pajak
terdaftar dengan syarat-syarat mengajukan keberatan:
1. Satu Keberatan harus diajukan untuk
satu jenis dan satu tahun/masa pajak;
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia;
3. Wajib menyatakan alasan-alasan secara
jelas;
4. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang
terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.
Selanjutnya kita akan
membahas mengenai BANDING. Banding adalah cara yang dapat diambil oleh wajib
pajak apabila si wajib pajak merasa kurang puas dengan hasil keputusan dari
keberatan yang sudah diajukan. Dalam keberatan dan banding dikenal dengan
istilah pemeriksaan dan penyidikan. Pemeriksaan merupakan kegiatan yang
digunakan untuk menguji kepatuhan dari wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya
dalam membayar pajak dan melaksanakan ketentuan dari Undang-Undang Perpajakan. Proses
dari pemeriksaan yaitu:
1. Kepala kantor KPP memberikan usulan
pemeriksaan pada kanwil
2. Lalu kanwil akan memberikan LP 2
(Lembar Penugasan Pemeriksaan) pada Kepala KPP
3. Setelah itu kepala KPP akan membuat
nota dinas dan menunjuk tim pemeriksa. Nota dinas ini digunakan oleh tim
pemeriksa sebagai dasar persiapan dan perencanaan pemeriksaan.
4. Kepala KPP menerbitkan Surat Perintah
Pemeriksaan (SP2) yang digunakan sebagai dasar melaksanakan pemeriksaan pajak.
Sedangkan penyidikan itu
adalah tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari dan mengumpulkan
bukti untuk menemukan tersangka dari tindakan pidana dibidang perpajakan. Dalam
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, pihak yang berwenang untuk
melakukan proses penyidikan adalah Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak
pidana di bidang perpajakan. Dalam peyidikan ada ketentuan pidana yang diatur
dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang dimaksudkan agar dalam
proses penyidikan terdapat kepastian hukum yang jelas. Dari Undang-Undang no 28
Tahun 2007, pengertian penyidikan bebunyi sebagai berikut :
“Setiap orang yang dengan sengaja
menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).” Sementara itu, apabila
tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal
Pajak (dalam hal ini melakukan korupsi), maka pegawai Direktorat Jenderal Pajak
yang terbukti melakukan tindak korupsi tersebut akan diproses sesuai dengan
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar