Sabtu, 20 April 2013

It’s About SPT, SKP, Keberatan, dan Banding

-->
Diminggu yang kelima saat perkuliahan pajak kemarin, kelas saya membahas tentang SPT, SKP, Bandig and Keberatan.  Awalnya dosen ingin menguji sejauh mana kita tahu tentang topik yang akan dibahas dikelas dengan menunjuk salah satu dari kita untuk menjelaskan tentang SPT, SKP, Keberatan dan Banding di depan kelas.  Jadi mau nggak mau, kita belajar setengah mati buat mendalami topik yang masih baru buat kita. Tapi apa yang terjadi?? Berhubung saat itu dosen kami senpat terlambat saat akan masuk kelas, jadinya dosen saya memutuskan tidak jadi menunjuk mahasiswa untuk presentasi. Kami melakukan diskusi yang cukup seru antara mahasiswa dan dosen.
Saat itu diskusi diawali dengan membicarakan tentang SPT. Apa sich SPT itu?? So, SPT adalah surat pemberitahuan yang diisi oleh Wajib Pajak guna untuk melaporkan pajak yang telah dibayar. Berhubung si Indonesia menganut Self Assessment System yang dimana dalam penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak, maka SPT harus diisi sendiri oleh wajib pajak. Kurang lebih isi yang ada dalam SPT itu laba, biaya dan hutang yang masih berkaitan dengan usahanya.
Selanjutanya mengenai SKP.  Menurut sumber yang saya dapat SKP (Surat Ketetapan Pajak) adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut, yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
Yup, masuk bahasan selanjutnya adalah keberatan. Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak puas atau kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan / pemungutan oleh pihak ketiga. Saya yakin, sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena surat ketetapan pajak (SKP) yang dianggap tidak adil. Dan surat ketetapan pajak itu biasanya diterbitkan sebagai produk dari pemeriksaan pajak. Ya, keberatan umumnya didahului dengan proses pemeriksaan. Seorang pemeriksa pajak tentu banyak berbeda pendapat dengan Wajib Pajak tentang perlakuan perpajakan atas suatu transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Jika dalam pembahasan dengan Wajib Pajak tidak menemukan titik temu, maka tidak jarang pemeriksa pajak mengeluarkan jurus “pokoknya”. Selama argumentasi  pemeriksa pajak memiliki landasan yuridis, selaras dengan “akal sehat”, maka pendapat pemeriksa dapat dipertahankan dan hakim banding-lah yang menentukan benar tidaknya pendapat pemeriksa pajak. Surat keberatan dapat disampaikan dengan cara :
·      Secara Langsung ke KPP tempat WP terdaftar Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan Surat keberatan.
·      Surat Keberatan diterima secara Phisik oleh petugas DJP
·      Disampaikan melalui kantor pos dan giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Pengajuan Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat Wajib Pajak terdaftar dengan syarat-syarat mengajukan keberatan:
1.      Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;
2.       Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
3.      Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas;
4.      Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.
Selanjutnya kita akan membahas mengenai BANDING. Banding adalah cara yang dapat diambil oleh wajib pajak apabila si wajib pajak merasa kurang puas dengan hasil keputusan dari keberatan yang sudah diajukan. Dalam keberatan dan banding dikenal dengan istilah pemeriksaan dan penyidikan. Pemeriksaan merupakan kegiatan yang digunakan untuk menguji kepatuhan dari wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak dan melaksanakan ketentuan dari Undang-Undang Perpajakan. Proses dari pemeriksaan yaitu:
1.    Kepala kantor KPP memberikan usulan pemeriksaan pada kanwil
2.    Lalu kanwil akan memberikan LP 2 (Lembar Penugasan Pemeriksaan) pada Kepala KPP
3.    Setelah itu kepala KPP akan membuat nota dinas dan menunjuk tim pemeriksa. Nota dinas ini digunakan oleh tim pemeriksa sebagai dasar persiapan dan perencanaan pemeriksaan.
4.    Kepala KPP menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang digunakan sebagai dasar melaksanakan pemeriksaan pajak.
Sedangkan penyidikan itu adalah tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti untuk menemukan tersangka dari tindakan pidana dibidang perpajakan. Dalam Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, pihak yang berwenang untuk melakukan proses penyidikan adalah Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Dalam peyidikan ada ketentuan pidana yang diatur dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang dimaksudkan agar dalam proses penyidikan terdapat kepastian hukum yang jelas. Dari Undang-Undang no 28 Tahun 2007, pengertian penyidikan bebunyi sebagai berikut :
“Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).” Sementara itu, apabila tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (dalam hal ini melakukan korupsi), maka pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terbukti melakukan tindak korupsi tersebut akan diproses sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Cukup sekian cerita saya tentang diskusi mengenai pajak pada minggu kelima, semoga pengalaman ini dapat bermanfaat ya. Ini ceritaku, apa ceritamu?? ^-^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar